Minggu, 01 Juni 2014

HABIB UMAR BIN HAFIDZ

Al Habib Umar bin Muhammad bin Salim bin Hafidz, beliau dilahirkan pada hari senin, 27 Mei 1963 M [4 Muharram 1383H]. Adalah seorang ulama dunia era modern. Habib ‘Umar kini tinggal di Tarim, Yaman. dimana beliau mengawasi perkembangan di Dar-al Musthafa dan berbagai sekolah lain yang telah dibangun dibawah manajemennya. Beliau masih memegang peran aktif dalam dakwah agama Islam, sedemikian aktifnya sehingga beliau meluangkan hampir sepanjang tahunnya mengunjungi berbagai negara di seluruh dunia demi melakukan kegiatan-kegiatan mulianya.
 
Kehidupan Awal 
Beliau terlahir di Tarim, Hadramaut, salah satu kota tertua di Yaman yang menjadi sangat terkenal di seluruh dunia dengan berlimpahnya para ilmuwan dan para alim ulama yang dihasilkan kota ini selama berabad-abad. Beliau dibesarkan di dalam keluarga yang memiliki tradisi keilmuan Islam dan kejujuran moral dengan ayahnya yang adalah seorang pejuang martir yang terkenal, Sang Intelektual, Sang Da’i Besar, Muhammad bin Salim bin Hafiz bin Shaikh Abu Bakr bin Salim. Ayah beliau adalah salah seorang ulama intelektual Islam yang mengabdikan hidup mereka demi penyebaran agama Islam dan pengajaran Hukum Suci serta aturan-aturan mulia dalam Islam. Ia secara tragis diculik oleh kelompok komunis dan diperkirakan telah meninggal. Demikian pula kedua kakeknya, al-Habib Salim bin Hafiz dan al-Habib Hafiz bin Abd-Allah yang merupakan para intelektual Islam yang sangat dihormati kaum ulama dan intelektual Muslim pada masanya.
 
Nasab
Ia adalah al-Habib ‘Umar bin dari Muhammad bin Salim bin Hafiz bin Abdullah bin Abi Bakr bin ‘Aidarous bin al-Hussain bin al-Shaikh Abi Bakr bin Salim bin ‘Abdallah bin ‘Abd-al-Rahman bin ‘Abdullah bin al-Shaikh ‘Abd-al-Rahman al-Saqqaf bin Muhammad Maula al-Daweela bin ‘Ali bin ‘Alawi bin al-Faqih al-Muqaddam Muhammad bin ‘Ali bin Muhammad Sahib al-Mirbat bin ‘Ali Khali‘ Qasam bin ‘Alawi bin Muhammad bin ‘Alawi bin ‘Ubaidallahbin  al-Imam Ahmad al-Muhajir bin ‘Isa bin Muhammad bin ‘Ali al-‘Uraidi bin Ja’far al-Sadiq bin Muhammad al-Baqir bin ‘Ali Zain al-‘Abidin bin Sayyidina Husain bin ‘Ali bin Abu Thalib dan Fatimah al-Zahra bin Rasulillah Muhammad SAW.
 
Masa Kecil
Beliau telah mampu menghafal Al-Qur'an pada usia yang sangat muda dan beliau juga menghafal berbagai teks inti dalam fikih, hadits, Bahasa Arab dan berbagai ilmu-ilmu keagamaan yang membuatnya termasuk dalam lingkaran keilmuan yang dipegang teguh oleh begitu banyaknya ulama-ulama tradisional seperti Muhammad bin ‘Alawi bin Shihab dan al-Shaikh Fadl Baa Fadl serta para ulama lain yang mengajar di Ribat, Tarim. Beliau pun mempelajari berbagai ilmu termasuk ilmu-ilmu spiritual keagamaan dari ayahnya yang meninggal syahid, al-Habib Muhammad bin Salim, yang darinya didapatkan cinta dan perhatiannya yang mendalam pada da’wah dan bimbingan atau tuntunan keagamaan dengan cara Allah SWT. Ayahnya begitu memperhatikan sang ‘Umar kecil yang selalu berada di sisi ayahnya di dalam lingkaran ilmu dan zikir.
 
Namun secara tragis, ketika al-Habib ‘Umar sedang menemani ayahnya untuk sholat Jum‘ah, ayahnya diculik oleh golongan komunis, dan sang ‘Umar kecil sendirian pulang ke rumahnya dengan masih membawa syal milik ayahnya, dan sejak saat itu ayahnya tidak pernah terlihat lagi. Ini menyebabkan ‘Umar muda menganggap bahwa tanggung jawab untuk meneruskan pekerjaan yang dilakukan ayahnya dalam bidang Da‘wah sama seperti seakan-akan syal sang ayah menjadi bendera yang diberikan padanya di masa kecil sebelum ia mati syahid. Sejak itu, dengan sang bendera dikibarkannya tinggi-tinggi, ia memulai, secara bersemangat, perjalanan penuh perjuangan, mengumpulkan orang-orang, membentuk Majelis-majelis dan da’wah. Perjuangan dan usahanya yang keras demi melanjutkan pekerjaan ayahnya mulai membuahkan hasil. Kelas-kelas mulai dibuka bagi anak muda maupun orang tua di mesjid-mesjid setempat dimana ditawarkan berbagai kesempatan untuk menghafal Al Qur’an dan untuk belajar ilmu-ilmu tradisional.
 
Dikirim ke kota Al Bayda
Beliau sesungguhnya telah benar-benar memahami Kitab Suci sehingga beliau telah diberikan sesuatu yang khusus dari Allah meskipun usianya masih muda. Namun hal ini mulai mengakibatkan kekhawatiran akan keselamatannya dan akhirnya diputuskan beliau dikirim ke kota Al-Bayda’ yang terletak di tempat yang disebut Yaman Utara yang menjadikannya jauh dari jangkauan mereka yang ingin mencelakai sang sayyid muda.
 
Disana dimulai babak penting baru dalam perkembangan beliau. Masuk sekolah Ribat di al-Bayda’ beliau mulai belajar ilmu-ilmu tradisional dibawah bimbingan ahli dari yang Mulia al-Habib Muhammad bin ‘Abd-Allah al-Haddar, ra, dan juga dibawah bimbingan ulama mazhab Shafi‘i al-Habib Zain bin Sumait, ra. Janji beliau terpenuhi ketika akhirnya beliau ditunjuk sebagai seorang guru tak lama sesudahnya. Beliau juga terus melanjutkan perjuangannya yang melelahkan dalam bidang Da‘wah
 
Kali ini tempatnya adalah al-Bayda’ dan kota-kota serta desa-desa disekitarnya. Tiada satu pun yang terlewat dalam usahanya untuk mengenalkan kembali cinta kasih Allah dan Rasul-Nya pada hati mereka seluruhnya. Kelas-kelas dan majelis didirikan, pengajaran dimulai dan orang-orang dibimbing. Usaha beliau yang demikian gigih menyebabkannya kekurangan tidur dan istirahat mulai menunjukkan hasil yang besar bagi mereka tersentuh dengan ajarannya, terutama para pemuda yang sebelumnya telah terjerumus dalam kehidupan yang kosong dan dangkal, namun kini telah mengalami perubahan mendalam hingga mereka sadar bahwa hidup memiliki tujuan, mereka bangga dengan indentitas baru mereka sebagai orang Islam, mengenakan sorban/selendang Islam dan mulai memusatkan perhatian mereka untuk meraih sifat-sifat luhur dan mulia dari Sang Rasulullah SAW.
 
Perjuangan Da'wah
Sejak saat itu, sekelompok besar orang-orang yang telah dipengaruhinya mulai berkumpul mengelilinginya dan membantunya dalam perjuangan da‘wah maupun keteguhan ia dalam mengajar di berbagai kota besar maupun kecil di Yaman Utara. Pada masa ini, beliau mulai mengunjungi banyak kota-kota maupun masyarakat diseluruh Yaman, mulai dari kota Ta'iz di utara, untuk belajar ilmu dari mufti Ta‘iz al-Habib Ibrahim bin Aqil bin Yahya yang mulai menunjukkan padanya perhatian dan cinta yang besar sebagaimana beliau mendapatkan perlakuan yang sama dari Shaikh al-Habib Muhammad al-Haddar sehingga ia memberikan puterinya untuk dinikahi setelah menyaksikan bahwa dalam dirinya terdapat sifat-sifat kejujuran dan kepintaran yang agung.
 

1 komentar: