Al Habib Umar bin Muhammad bin Salim bin Hafidz, beliau dilahirkan pada hari senin, 27 Mei 1963 M [4 Muharram 1383H]. Adalah seorang ulama dunia era modern. Habib ‘Umar kini tinggal di Tarim, Yaman. dimana beliau mengawasi perkembangan di Dar-al Musthafa dan berbagai sekolah lain yang telah dibangun dibawah manajemennya. Beliau masih memegang peran aktif dalam dakwah agama Islam, sedemikian aktifnya sehingga beliau meluangkan hampir sepanjang tahunnya mengunjungi berbagai negara di seluruh dunia demi melakukan kegiatan-kegiatan mulianya.
Kehidupan Awal
Beliau terlahir di Tarim, Hadramaut, salah satu kota tertua di Yaman
yang menjadi sangat terkenal di seluruh dunia dengan berlimpahnya para
ilmuwan dan para alim ulama yang dihasilkan kota ini selama berabad-abad. Beliau dibesarkan di dalam keluarga yang memiliki tradisi keilmuan Islam
dan kejujuran moral dengan ayahnya yang adalah seorang pejuang martir
yang terkenal, Sang Intelektual, Sang Da’i Besar, Muhammad bin Salim bin
Hafiz bin Shaikh Abu Bakr bin Salim. Ayah beliau adalah salah seorang ulama intelektual Islam yang mengabdikan
hidup mereka demi penyebaran agama Islam dan pengajaran Hukum Suci serta
aturan-aturan mulia dalam Islam. Ia secara tragis diculik oleh kelompok komunis dan diperkirakan telah meninggal.
Demikian pula kedua kakeknya, al-Habib Salim bin Hafiz dan al-Habib
Hafiz bin Abd-Allah yang merupakan para intelektual Islam yang sangat
dihormati kaum ulama dan intelektual Muslim pada masanya.
Nasab
Ia adalah al-Habib ‘Umar bin dari Muhammad bin Salim bin Hafiz bin Abdullah bin Abi Bakr bin ‘Aidarous bin al-Hussain bin al-Shaikh Abi Bakr bin Salim bin ‘Abdallah bin ‘Abd-al-Rahman bin ‘Abdullah bin al-Shaikh ‘Abd-al-Rahman al-Saqqaf bin Muhammad Maula al-Daweela bin ‘Ali bin
‘Alawi bin al-Faqih al-Muqaddam Muhammad bin ‘Ali bin Muhammad Sahib al-Mirbat bin ‘Ali Khali‘ Qasam bin
‘Alawi bin Muhammad bin ‘Alawi bin ‘Ubaidallahbin al-Imam Ahmad al-Muhajir bin ‘Isa bin Muhammad bin ‘Ali al-‘Uraidi bin Ja’far al-Sadiq bin Muhammad al-Baqir bin ‘Ali Zain al-‘Abidin bin Sayyidina Husain bin ‘Ali bin
Abu Thalib dan Fatimah al-Zahra bin Rasulillah Muhammad SAW.
Masa Kecil
Beliau telah mampu menghafal Al-Qur'an pada usia yang sangat muda dan beliau juga menghafal berbagai teks inti dalam fikih, hadits, Bahasa Arab
dan berbagai ilmu-ilmu keagamaan yang membuatnya termasuk dalam
lingkaran keilmuan yang dipegang teguh oleh begitu banyaknya ulama-ulama
tradisional seperti Muhammad bin ‘Alawi bin Shihab dan al-Shaikh Fadl
Baa Fadl serta para ulama lain yang mengajar di Ribat, Tarim. Beliau pun mempelajari berbagai ilmu termasuk ilmu-ilmu spiritual keagamaan
dari ayahnya yang meninggal syahid, al-Habib Muhammad bin Salim, yang
darinya didapatkan cinta dan perhatiannya yang mendalam pada da’wah dan
bimbingan atau tuntunan keagamaan dengan cara Allah SWT. Ayahnya
begitu memperhatikan sang ‘Umar kecil yang selalu berada di sisi ayahnya
di dalam lingkaran ilmu dan zikir.
Namun secara tragis, ketika al-Habib ‘Umar sedang menemani ayahnya untuk
sholat Jum‘ah, ayahnya diculik oleh golongan komunis, dan sang ‘Umar
kecil sendirian pulang ke rumahnya dengan masih membawa syal milik
ayahnya, dan sejak saat itu ayahnya tidak pernah terlihat lagi. Ini
menyebabkan ‘Umar muda menganggap bahwa tanggung jawab untuk meneruskan
pekerjaan yang dilakukan ayahnya dalam bidang Da‘wah sama seperti
seakan-akan syal sang ayah menjadi bendera yang diberikan padanya di
masa kecil sebelum ia mati syahid. Sejak itu, dengan sang bendera
dikibarkannya tinggi-tinggi, ia memulai, secara bersemangat, perjalanan
penuh perjuangan, mengumpulkan orang-orang, membentuk Majelis-majelis
dan da’wah. Perjuangan dan usahanya yang keras demi melanjutkan
pekerjaan ayahnya mulai membuahkan hasil. Kelas-kelas mulai dibuka bagi
anak muda maupun orang tua di mesjid-mesjid setempat dimana ditawarkan
berbagai kesempatan untuk menghafal Al Qur’an dan untuk belajar
ilmu-ilmu tradisional.
Dikirim ke kota Al Bayda
Beliau sesungguhnya telah benar-benar memahami Kitab Suci sehingga beliau telah
diberikan sesuatu yang khusus dari Allah meskipun usianya masih muda.
Namun hal ini mulai mengakibatkan kekhawatiran akan keselamatannya dan
akhirnya diputuskan beliau dikirim ke kota Al-Bayda’ yang terletak di tempat yang disebut Yaman Utara yang menjadikannya jauh dari jangkauan mereka yang ingin mencelakai sang sayyid muda.
Disana dimulai babak penting baru dalam perkembangan beliau. Masuk sekolah
Ribat di al-Bayda’ beliau mulai belajar ilmu-ilmu tradisional dibawah
bimbingan ahli dari yang Mulia al-Habib Muhammad bin ‘Abd-Allah
al-Haddar, ra, dan juga dibawah bimbingan ulama
mazhab Shafi‘i al-Habib Zain bin Sumait, ra.
Janji beliau terpenuhi ketika akhirnya beliau ditunjuk sebagai seorang guru tak
lama sesudahnya. Beliau juga terus melanjutkan perjuangannya yang melelahkan
dalam bidang Da‘wah
Kali ini tempatnya adalah al-Bayda’ dan kota-kota serta desa-desa
disekitarnya. Tiada satu pun yang terlewat dalam usahanya untuk
mengenalkan kembali cinta kasih Allah dan Rasul-Nya pada hati
mereka seluruhnya. Kelas-kelas dan majelis didirikan, pengajaran dimulai
dan orang-orang dibimbing. Usaha beliau yang demikian gigih menyebabkannya
kekurangan tidur dan istirahat mulai menunjukkan hasil yang besar bagi
mereka tersentuh dengan ajarannya, terutama para pemuda yang sebelumnya
telah terjerumus dalam kehidupan yang kosong dan dangkal, namun kini
telah mengalami perubahan mendalam hingga mereka sadar bahwa hidup
memiliki tujuan, mereka bangga dengan indentitas baru mereka sebagai
orang Islam, mengenakan sorban/selendang Islam dan mulai memusatkan
perhatian mereka untuk meraih sifat-sifat luhur dan mulia dari Sang
Rasulullah SAW.
Perjuangan Da'wah
Sejak saat itu, sekelompok besar orang-orang yang telah dipengaruhinya
mulai berkumpul mengelilinginya dan membantunya dalam perjuangan da‘wah
maupun keteguhan ia dalam mengajar di berbagai kota besar maupun kecil
di Yaman Utara. Pada masa ini, beliau mulai mengunjungi banyak kota-kota
maupun masyarakat diseluruh Yaman, mulai dari kota Ta'iz
di utara, untuk belajar ilmu dari mufti Ta‘iz al-Habib Ibrahim bin Aqil
bin Yahya yang mulai menunjukkan padanya perhatian dan cinta yang besar
sebagaimana beliau mendapatkan perlakuan yang sama dari Shaikh al-Habib
Muhammad al-Haddar sehingga ia memberikan puterinya untuk dinikahi
setelah menyaksikan bahwa dalam dirinya terdapat sifat-sifat kejujuran
dan kepintaran yang agung.
ijin copas
BalasHapus