Rabu, 11 Desember 2013

Prof. DR. H. Baharuddin Lopa, SH.


Dalam menegakkan hukum dan keadilan, Baharuddin Lopa, jaksa yang hampir tidak punya rasa takut, kecuali kepada Allah dan RasulNya. Dia, teladan bagi orang-orang yang berani melawan arus kebobrokan serta pengaruh kapitalisme dan liberalisme dalam hukum. Sayang, suratan takdir memanggil Jaksa Agung ini tatkala rakyat membutuhkan keberaniannya. Tetapi dia telah meninggalkan warisan yang mulia untuk menegakkan keadilan. Dia mewariskan keberanian penegakan hukum tanpa pandang bulu bagi bangsanya.

Barlop, demikian pendekar hukum itu biasa dipanggil, lahir di rumah panggung berukuran kurang lebih 9 x 11 meter, di Desa Pambusuang, Polewali Mandar, Sulawesi Barat, 27 Agustus 1935. Rumah itu sampai sekarang masih kelihatan sederhana untuk ukuran keluarga seorang mantan Menteri Kehakiman dan HAM dan Jaksa Agung. Di rumah yang sama juga lahir seorang mantan menteri, Basri Hasanuddin. Baharuddin Lopa dan Basri punya hubungan darah (sepupu).

Baharuddin Lopa lahir dari seorang ayah bernama Lopa dengan ibu bernama Samarinah.

Selasa, 10 Desember 2013

S. MENGGA ALATTAS (PUANG MENGGA)

RIWAYAT HIDUP

S. Mengga lahir di kampung Lawarang, tanggal 28 Agustus 1926 (versi S. Mengga, tahun 1922). Initial "S" di depan namanya adalah singkatan dari kata Sayyid; sebuah sebutan khas bagi orang Arab keturunan Nabi MUHAMMAD SAW.

Ayah S. Mengga, adalah Sayyid Muhsin Alattas. Sedang ibunya bernama Hj. Cilla, salah seorang keturunan bangsawan Mandar dari garis keturunan Mara’dia Alu yang juga Mara’dia Balanipa yang ke-43, yaitu I Ga’ang atau Tomessu’ dengan gelar anumerta Tomatindo di Lekopa’dis. I Ga’ang adalah putra Mara’dia ke-36 bergelar anumerta Tomate Macci’da (mangkat tiba-tiba).

Dari pernikahan Sayyid Muhsin Alattas dengan Hj. Cilla, lahir 4 (empat) orang anak, yaitu: H.S. Husain Alattas (Puang Kosseng), H.S. Mahmud Alattas (Puang Mengga), Hj. Syarifah Berlian Alattas (Puang Barlian), dan H.S. Kaharuddin Alattas (Puang Bela). Sedang pernikahan Sayyid Muhsin dengan St. Saoda, lahir 2 (dua) orang putra yaitu: Sayyid Abdullah Alattas dan Sayyid Ali Alattas.

Sayyid Muhsin, selain menikahi 2 (dua) orang putri Mandar (Hj. Cilla dan Saoda), juga menikahi seorang gadis Jawa yang memberinya keturunan sepasang putri kembar bernama Syarifah Masna Alattas dan Syarifah Noer Alattas. Kedua saudari perempuan S. Mengga yang kembar ini menetap di pulau Jawa.

Kamis, 05 Desember 2013

MAYJEN SALIM S. MENGGA ALATTAS


A). Profil

Lahir di Pambusuang, 62 tahun silam pada tanggal 24 Agustus 1951, Kampung Para Ulama dan Tokoh Nasional, seperti ulama tersohor KH. Muhammad Saleh dan KH. Muhammad Tahir Imam Lapeo, dan juga Prof. DR. Baharuddin Lopa, SH.


Salim S. Mengga adalah anak dari Kolonel Purnawirawan S. Mengga, yang merupakan Tokoh Militer dan Tokoh Pejuang di Tanah Mandar dan ibunya bernama Hj. Nyilang., putra kedua dari tiga bersaudara, yaitu:
Syarifah Asia S. Mengga (Almarhumah Istri Prof. DR. Umar Shihab, MA).
Ir. Aladin S. Mengga (Wakil Gubernur Sulawesi Barat).

Salim S. Mengga mempunyai 3 (tiga) orang anak dari hasil pernikahannya dengan Hj. Fatmawaty, sosok wanita yang sederhana dan murah senyum merupakan cucu tokoh terpandang dari daerah Bone Soppeng H. Beddu Solo. Yaitu:

Selasa, 03 Desember 2013

Garis Keturunan TOKEPPA

Calla Batu Puteh Arayang Balanipa yang ke 37, mempunyai seorang istri yang bergelar Towalu Di Kandeapi, kakak kandung dari Pammarica Arayang Balanipa yang ke 39 dan ke 41, istri kelima ini melahirkan 3 (tiga) orang putra yaitu:

1. Ikambo bergelar Tomatindo Di Lekopa’dis, Arayang Balanipa ke 43
2. Sumanga Rukka
3. Pabalo.

Ikambo bergelar Tomatindo Di Lekopa’dis Arayang Balanipa ke 43 yang menikah dengan seorang bergelar Pua’na Iboroa putri dari Pammarica yang kemudian melahirkan 2 (dua) orang putra dan 1 (satu) orang putri, yaitu:

Anak Pertama bernama Ibaso Boroa bergelar Tokape, dan juga bergelar Tokegau.
Anak Kedua bernama Iyuppi bergelar Mara’dia Buku, namun tidak dikaruniai putra dan putri dan disebut Cappu Biya.
Anak ketiga bernama Ibaso bergelar IbasoTembaga, dan juga bergelar TOKEPPA.

Ibaso Tembaga julukan atau gelar tersebut disandangnya karena beliau sangat gemar dengan mengendarai kuda yang bernama kuda tembaga (kuda putih keabu-abuan), dan akibat dari penyakitnya pada bagian kaki sehingga beliau juga bergelar TOKEPPA. artinya orang yang kakinya pincang yang kemudian mempersunting seorang putri bernama Anggina yang selanjutnya dikaruniai beberapa putra dan putri yang diantaranya yaitu:

CALLA BATU PUTEH (ARAYANG BALANIPA XXXVII)


Seperti kita ketahui bahwa cikal bakal keberadaan orang Mandar berasal dari seorang yang bernama Pangkopadang yang lahir di Hulu Sungai Saddang, lalu darinyalah menitis pewaris yang menjadi Tomakaka (orang yang berkemampuan) untuk selanjutnya menjadi Mara’dia dari Amara’diangan (golongan bangsawan) yang disapa sebutan penghormatan Daeng atau yang Dipedzaeng (yang mulia) dan Taupia atau Ataupiangan (manusia pilihan) yang disapa dengan sebutan penghormatan Puang atau Dipepuang di seluruh kawasan Mandar yang salah satunya terdapat di Kerajaan Balanipa pada sekitar awal abad ke XIV, yaitu: Imanyambungi yang kemudian bergelar Todilaling yang menjadi cikal bakal bangsawan di Mandar khususnya di kerajaan Balanipa, dan dari keturunannya-lah yang menjadi Mara’dia dan Arayang silih berganti hingga sampai pada masa Pemerintahan Arayang Balanipa ke 37 bernama Calla Batu Putah.