Kelahiran dan Nasab
Syaikh Imam Al-Bushiri
Nama lengkap Syaikh Al-Imam Al-Bushiri adalah Syarafuddin
Abu Abdillah Muhammad bin Sa’id bin Hammad bin Muhsin bin Abdullah bin Shanhaji
bin Hilal Ash-Shanhaji.
Beliau lahir pada hari Selasa bulan Syawwal tahun 608 H.
atau 1211 M. di daerah Dalash, tapi tumbuh besar dan menjalani kehidupannya di
Bushir, sebuah daerah di Mesir, sehingga kemudian lebih dikenal dengan nama
Imam Al-Bushiri.
Beliau berasal dari keturunan sebuah kelompok suku yang
dikenal dengan Bani Habnun di Maghrib (Maroko).
Masa Kecil Syaikh Imam
Al-Bushiri
Sejak kecil beliau sudah menghafalkan Al-Qur’an serta
mempelajari ilmu-ilmu agama dan bahasa arab. Beliau di didik oleh ayahnya sendiri dalam mempelajari
Al-Qur’an, disamping berbagai ilmu pengetahuan lainnya.
Kemudian beliau belajar kepada ulama-ulama di zamannya,
untuk memperdalam ilmu agama dan kesustraan Arab, kemudian beliau pindah ke
Kairo, dan disanalah beliau kemudian menjadi seorang sastrawan dan penyair
ulung. Kemahirannya di bidang sastra ini melebihi para penyair pada zamannya.
Karya-karya kaligrafinya juga terkenal. Tulisannya sangat
indah.
Beliau mempelajari disiplin ilmu khat dan kaidah-kaidahnya
dari Syaikh Ibrahim bin Abu Abdillah Al-Bushiri. Penguasaannya tentang khat (Kaligrafi), baik praktis maupun
teoritis membuat banyak pelajar menimba ilmu kepadanya.
Dalam seminggu, yang belajar ilmu ini kepadanya lebih dari
seribu orang. (Demikian disebutkan dalam pengantar kitab syarh Burdah, karya
Syaikhul Islam Ahmad bin Muhammad bin Hajar Al-Haitami).
Sejak masa kanak-kanak, beliau dikenal sebagai orang yang wara’ (sangat berhati-hati karena takut
dosa).
Pernah suatu ketika beliau akan diangkat menjadi pegawai
pemerintahan kerajaan Mesir, tetapi karena melihat perilaku pegawai kerajaan
yang tidak cocok dengan prinsipnya, beliau pun menolaknya.
Pada awal kehidupannya, Al-Bushiri berprofesi sebagai (guru)
pengajar dalam mata pelajaran tulis-menulis di beberapa kelompok belajar di
daerah Bilbis.
Kemudian beliau meninggalkan tugas-tugasnya dan meninggalkan
kesenangan dunia, lalu menyendiri dalam kehidupan tasawuf dan menghabiskan
waktunya untuk beribadah.
Beliau pergi ke Iskandariyah
(Alexandria) untuk menjadi murid Al-Quthb Abul Abbas Al-Mursi.
Al-Bushiri dan Ibnu ‘Athaillah As-Sakandari adalah dua murid
dari Abu Abbas.
Bila Al-Bushiri di anugrahi keunggulan dalam bentik syair,
sedangkan Ibnu ‘Athaillah (Pengarang Al-Hikam) dianugrahi keunggulan dalam
bentuk prosa (natsar).
Guru-guru Syaikh Imam
Al-Bushiri
Al-Bushiri berguru kepada banyak tokoh ulama, diantaranya :
- Syaikh Ibrahim bin Abu Abdillah Al-Bushiri.
Dari Syaikh Ibrahim bin Abu Abdillah Al-Bushiri, beliau mempelajari disiplin ilmu khat dan kaidah-kaidahnya.
- Abu Hayyan Atsirudin Muhammad bin Yusuf Al-Ghamathi Al-Andalusi.
- Fathuddin Abul Fath Muhammad bin Muhammad Al-Umari Al-Andalusi Al-Isybili Al-Mushri.
Yang terkenal dengan sebutan Ibn Sayyidin Nas dan ‘Izz bin Jama’ah Al-Kanani Al-Hamawi. Al-Bushiri tekun belajar kepada para gurunya ini.
Dari Syeikh Al-Mushri inilah tampak pada diri Al-Bushiri
suatu keberkahan, dalam agama, ilmu, kewara’an dan kewalian. Karena
ketekunannya dalam belajar.
Semenjak itu beliau memilih cara yang lain dalam mengarang
syairnya. Maka jadilah syairnya berisi tasawuf, pujian dan sholawat kepada
Rasulullah SAW. Dan beliau pun memurnikan cintanya kepada Allah dan Rasul-Nya.
Karya-karya Syaikh
Imam Al-Bushiri
Di antara karya-karya Al-Bushri adalah :
- Shalawat Mudhariyah.
Shalawat Mudhariyah adalah salah satu syair karya Imam
Al-Bushiri yang sangat besar keutamaannya. Banyak disebutkan dalam kitab-kitab
dzikir dan syair.
Dinamakan Mudhariyah, karena penisbatan Nabi SAW kepada
salah satu datuk beliau yang bernama Mudhor.
Salah satu keistimewaan shalawat ini disebutkan dalam kitab “Bughyah Ahl Al-‘ibadah wa Al-Aurad”
Syarh Ratib Qutb Zamanih Al-Haddad karya Al-Habib Alwi bin Ahmad Al-Haddad.
Dikisahkan :
Bahwa Imam Al-Bushiri menyusun shalawat ini dipinggir sebuah
pantai, ketika sampai pada syair ke-34 yang berbunyi:
ثٌمَّ الصَّلَاةُ عَلَى الْمٌخْتَارِ مَا طَلَعَتْ
شَمْسُ النَّهَارِ وَمَا قَدْ شَعْشَعَ الْقَمَرْ
Tiba-tiba dari tengah laut datang seorang laki-laki berlari
diatas permukaan air dan menghampirinya sanbil berdiri dihadapannya serta
berkata:
“Cukup.., akhirilah shalawatmu sampai bait ini, karena kamu
telah membuat lelah para malaikat yang mencatat keutamaan pahala shalawat ini”.
Dan akhirnya Imam Bushiri menutup shalawatnya dengan
permohonan ridho Allah untuk Rasulullah SAW dan para sahabatnya.
- Shalawat Al-Hamziyyah Wa Al-Kawakib Ad-durriyyah
Shalawat Al-Hamziyyah Wa Al-Kawakib Ad-durriyyah, yang kita
kenal sekarang ini dengan Qashidah
“Burdah Al-Madih”.
Al-Bushiri sebenarnya tak hanya terkenal dengan karya
Burdah-nya. Beliau juga dikenal sebagai seorang ahli ilmu fiqh dan ilmu kalam.
Namun, nama Burdah telah menenggalamkan ketenarannya sebagai
seorang sufi besar yang memiliki banyak murid.
Dan karena fenomena karya Burdah-nya di pandang sebagai
puncak karya sastra dalam memuji Rasulullah SAW, Al-Bushiri digelar “Sayyidul
Madah” yang artinya “Penghulu para pemuji Rasulullah SAW”.
Tentang Burdah
Burdah terdiri dari 163 bait nadzom :
- 10 bait berisi muqaddimah (mathla’).
- 16 bait menerangkan hawa nafsu serta kecenderungannya,
- 30 bait berisi sanjungan terhadap Rasulullah SAW.
- 19 bait menerangkan Milad Nabi SAW.
- 10 bait tentang tawassul dengan Nabi SAW.
- 10 bait sanjungan terhadap Al-Qur’an.
- 3 bait mengupas Mi’raj Nabi SAW.
- 24 bait tentang Jihad Nabi SAW.
- 14 bait berisi istighfar, dan
- Sisanya berisi munajat.
Qashidah ini disusun oleh Al-Bushiri pada saat beliau
menderita penyakit semacam stroke yang akut, sehingga menyebabkan beliau hanya
bisa terbaring di tempat tidur saja, karena sebagian tubuhnya tidak bisa
digerakkan.
Akhirnya beliau memohon pertolongan kepada Allah SWT, dengan
melantunkan bait-bait qashidah Burdah ini. Hingga di dalam tidurnya beliau
bermimpi di datangi Rasulullah SAW. Rasulullah SAW mengusapkan tangannya yang
penuh berkah pada badan Al-Bushiri. Dan ketika bangun Al-Bushiri mendapati
dirinya telah sembuh total.
Pada hari itulah permulaan beliau keluar dari rumahnya dan
bertemu dengan seorang faqir shufi.
Faqir shufi itu berkata :
“Wahai Syaikh…! Ijazahkanlah kepadaku qashidah yang engkau
lantunkan untuk menyanjung Rasulullah SAW.”
Al-Bushiri balik bertanya :
“Qashidah yang mana yang engkau maksudkan..?”
Faqir itu menyebutkan bait pertama qashidah Burdah :
“Qashidah yang awalnya berbunyi…
أَمِنْ تَذَكُّرِ جِيْرَانٍ بِذِيْ سَلَامِ
Akhirnya Al-Bushiri memberikan catatan qashidah burdah
kepada faqir itu. Begitulah awalnya hingga Qashidah Burdah menjadi sangat
terkenal.
Ketika qashidah ini sampai di tangan salah seorang menteri
Raja Al-Malik Adz-Dzahir yang bernama Bahauddin, dia mencopy qashidah tersebut.
Dia bernadzar untuk tidak mendengarkannya kecuali dia dalam keadaan melepaskan
alas kaki dan tutup kepala sebagai bentuk penghormatan kepada Nabi Muhammad
SAW.
Menteri ini bersama keluarganya benar-benar mendapat
keberkahan dari qashidah burdah ini.
Cerita tentang nama
“Burdah” (selendang)
Keterkenalan Qashidah Shalawat Al-hamziyyah Wa al-Kawakib
Ad-durriyyah dengan nama “Burdah” mempunyai kisah tersendiri.
Versi I.
menceritakan:
Bahwa ketika Syeikh
Sa’duddin Al-Faruqi menderita penyakit mata yang sangat parah, menyebabkan
beliau nyaris mengalami kebutaan.
Dalam mimpinya beliau bertemu seorang yang menyuruhnya
supaya pergi menemui Wazir (Menteri) Baha’uddin dan meminta burdah (selendang)
darinya untuk digunakan mengusap kedua matanya yang sakit.
Ketika bangun sekonyong-konyong Syeikh Faruqi pergi menemui
Menteri Bahauddin dan menceritakan apa yang dialami dalam mimpinya.
Menteri Bahauddin berkata:
“Aku tidak memiliki apa yang disebut dalam mimpimu dengan
“Burdah”, aku hanya punya qashidah sanjungan terhadap Nabi Muhammad SAW yang
diciptakan oleh Imam Al-Bushiri.
Aku dan keluargaku biasa mengupayakan kesembuhan penyakit
dengan qashidah ini.”
Kemudian wazir Bahauddin menyerahkan qashidah tersebut pada
Syeikh Al-Faruqi, setelah sebelumnya mengusapkan pada kedua mata Syeikh
Al-Faruqi.
Dengan barokah diusapkannya tulisan qashidah itu pada kedua
mata Syeikh Al-Faruqi, beliau mendapatkan kesembuhan dari penyakit mata yang
dideritanya, hingga terkenallah cerita itu, dan orang mulai menyebut qashidah
itu dengan nama “BURDAH”
Versi II.
Menceritakan:
Berawal dari sakit reumathik yang diderita Al-Bushiri, dalam
mimpinya beliau didatangi Nabi SAW.
Dalam mimpi itu Nabi SAW mengusap badan Al-Bushiri dengan
tangan beliau SAW yang penuh berkah dan memyelimutinya dengan Burdah beliau.
Dan ketika bangun Al-Bushiri merasakan kesembuhan.
Bersuka citalah Al-Bushiri dan memberi nama qashidah yang
beliau lantunkan dengan nama “Burdah Al-Madih” yang artinya “Selendang Nabi SAW
yang terpuji”.
Karya sastra fenomena “Shalawat Al-hamziyyah Wa al-kawakib
Ad-durriyyah” yang terkenal dengan nama “Burdah” ini mengundang banyak ulama
dari masa ke masa untuk memberikan komentar-komentar (syarah) dari bait-baitnya
yang mempesona.
Diantara ulama-ulama pensyarah Burdah adalah:
- Syeikh Ali bin Muhammad Al-Busthami Asy-Syahirwadi, yang dikenal dengan “Mushannifik” wafat tahun 875H.
- Badruddin Muhammad bin Muhammad Al-Ghuzza, wafat tahun 984H.
- Muhyi ad-din Ahmad bin Musthafa (Syeikh Zadah).
- Bahr bin Rais bin Al-Haruti Al-Maliki.
- Ubaidillah bin Ya’qub Ash-Shawi.
- Hisam ad-din Hasan bin Abbas.
- Syaraf ad-din Al-Bazdi, wafat tahun 828H.
- Muhammad bin Abd Ar-Rahman Az-Zamrodi (Ibn Ash-Shaigh), wafat tahun 776H.
- Jamal ad-Din Abdallah bin Yusuf (Ibnu Hisyam An-Nahwi), wafat tahun 861H.
- Kamal ad-Din Al-Huwarizmi, wafat tahun 840H.
- Zainuddin Khalid bin Abdillah Al-Azhari, wafat tahun 905H.
- Jalal Ad-Din Al-Mahalli, wafat tahun 864H.
- Ahmad bin Muhammad bin Abu Bakar.
- Khair ad-Din Khidhir bin Umar Al-‘Athufi, wafat tahun 948H.
- Ibnu Habib Al-Halabi, wafat tahun 808H.
- Muhammad bin Ahmad bin Marzuq At-Tilmisani, wafat tahun 781H.
Dan banyak juga ulama-ulama Turki dan Faris yang mensyarahi Shalawat ini.
Wafat Syaikh Imam
Al-Bushiri
Imam Al-Bushiri wafat di kota Iskandariyah, Alexandria,
Mesir, pada tahun 696 H atau 1296 M.
Jenazah beliau dimakamkan di samping masjid besar, tak jauh
dari masjid itu terdapat makam sang guru, Syaikh Imam Abu Al-Abbas Al-Mursi.
أَعَادَ اللهُ عَلَيْنَا مِنْ بَرَكَاتِهِمْ وَكَرَمَاتِهِمْ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَة
الفاتحة ....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar