Rabu, 11 Desember 2013

Prof. DR. H. Baharuddin Lopa, SH.


Dalam menegakkan hukum dan keadilan, Baharuddin Lopa, jaksa yang hampir tidak punya rasa takut, kecuali kepada Allah dan RasulNya. Dia, teladan bagi orang-orang yang berani melawan arus kebobrokan serta pengaruh kapitalisme dan liberalisme dalam hukum. Sayang, suratan takdir memanggil Jaksa Agung ini tatkala rakyat membutuhkan keberaniannya. Tetapi dia telah meninggalkan warisan yang mulia untuk menegakkan keadilan. Dia mewariskan keberanian penegakan hukum tanpa pandang bulu bagi bangsanya.

Barlop, demikian pendekar hukum itu biasa dipanggil, lahir di rumah panggung berukuran kurang lebih 9 x 11 meter, di Desa Pambusuang, Polewali Mandar, Sulawesi Barat, 27 Agustus 1935. Rumah itu sampai sekarang masih kelihatan sederhana untuk ukuran keluarga seorang mantan Menteri Kehakiman dan HAM dan Jaksa Agung. Di rumah yang sama juga lahir seorang mantan menteri, Basri Hasanuddin. Baharuddin Lopa dan Basri punya hubungan darah (sepupu).

Baharuddin Lopa lahir dari seorang ayah bernama Lopa dengan ibu bernama Samarinah.
Baharuddin Lopa memiliki seorang istri bernama Indrawulan dan tujuh orang anak.

Dalam usia 25, Baharuddin Lopa, sudah menjadi Bupati di Majene, Sulawesi Barat. Ia, ketika itu, gigih menentang Andi Selle, Komandan Batalyon 710 yang terkenal kaya karena melakukan penyelundupan.

Baharuddin Lopa pernah menjadi Kepala Kejaksaan Tinggi di Sulawesi Tenggara, Aceh, Kalimantan Barat, dan mengepalai Pusdiklat Kejaksaan Agung di Jakarta. Sejak 1982, Baharuddin Lopa menjabat Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan. Pada tahun yang sama, ayah tujuh anak ini meraih gelar doktor hukum laut dari Universitas Diponegoro, Semarang, dengan disertasi Hukum Laut, Pelayaran dan Perniagaan yang Digali dari Bumi Indonesia.

Begitu diangkat sebagai Kajati Sulawesi Selatan, Baharuddin Lopa membuat pengumuman di surat kabar: ia meminta masyarakat atau siapa pun, tidak memberi sogokan kepada anak buahnya. Tak berhenti sampai disana. Setelah itu, ia menggebrak korupsi di bidang reboisasi, yang nilainya Rp 7 milyar.

Dengan keberaniannya pula, Baharuddin Lopa kemudian menyeret seorang pengusaha besar, Tony Gozal alias Go Tiong Kien ke pengadilan dengan tuduhan memanipulasi dana reboisasi Rp 2 milyar. Apa yang dilakukan beliau kala itu, tergolong spektakuler. Karena, sebelumnya, Tony dikenal sebagai orang yang ''kebal hukum'' karena hubungannya yang erat dengan petinggi dan pejabat negara. Bagi Baharuddin Lopa tak seorang pun yang kebal hukum.

Tak lama setelah diangkat sebagai Menteri Kehakiman dan HAM, Februari 2001, Baharuddin Lopa berhasil menjebloskan “raja hutan” Bob Hasan ke Nusakambangan. Ketegasan dan keberaniannya jadi momok bagi para koruptor kakap. Pada 6 Juni 2001, Baharuddin Lopa menjabat Jaksa Agung menggantikan Marszuki Darusman. Mulai saat itu, ia bekerja keras untuk memberantas korupsi. Dia bekerja hingga pukul 23.00 setiap hari.

Selama menjabat Jaksa Agung, Baharuddin Lopa juga memburu Sjamsul Nursalim yang sedang dirawat di Jepang dan Prajogo Pangestu yang dirawat di Singapura agar segera pulang ke Jakarta. Baharuddin Lopa juga memutuskan untuk mencekal Marimuti Sinivasan. Dia kemudian juga menyidik keterlibatan Arifin Panigoro, Akbar Tandjung, dan Nurdin Halid dalam kasus korupsi.

Gebrakan Baharuddin Lopa itu sempat dinilai bernuansa politik oleh beberapa kalangan, namun ia tidak mundur. Dia membuktikan, dirinya patuh kepada hukum, bukan politik. “Apapun yang terjadi, walau umur dunia tinggal sehari, hukum harus ditegakkan.” Kata Barlop.


Baharuddin Lopa, adalah Jaksa Agung Republik Indonesia dari 6 Juni 2001 sampai wafatnya pada 3 Juli 2001. Baharuddin Lopa juga adalah mantan Duta Besar RI untuk Arab Saudi. Antara tahun 1993-1998, ia duduk sebagai anggota Komnas HAM.

Baharuddin Lopa menerima anugerah Government Watch Award (Gowa Award) atas pengabdiannya memberantas korupsi di Indonesia selama hidupnya. Simboliasi penganugerahan penghargaan itu ditandai dengan Deklarasi Hari Anti Korupsi yang diambil dari hari lahir Lopa pada 27 Agustus.

Baharuddin Lopa terpilih sebagai tokoh anti korupsi karena telah bekerja dan berjuang untuk melawan ketidakadilan dengan memberantas korupsi di Indonesia tanpa putus asa selama lebih dari 20 tahun. Almarhum Baharuddin Lopa, katanya, adalah sosok abdi negara, pegawai negeri yang bersih, jujur, bekerja tanpa pamrih, dan tidak korup.

Baharudin Lopa meninggal dunia pada usia 66 tahun, di rumah sakit Al-Hamadi Riyadh, pukul 18.14 waktu setempat atau pukul 22.14 WIB 3 Juli 2001, di Arab Saudi, akibat gangguan pada jantungnya.

Baharuddin Lopa, mantan Dubes RI untuk Saudi, dirawat di ruang khusus rumah sakit swasta di Riyadh itu sejak tanggal 30 Juni. Menurut Atase Penerangan Kedubes Indonesia untuk Arab Saudi, Joko Santoso, beliau terlalu lelah, karena sejak tiba di Riyadh tidak cukup istirahat.

Beliau tiba di Riyadh, 26 Juni untuk serah terima jabatan dengan Wakil Kepala Perwakilan RI Kemas Fachruddin SH, 27 Juni. Kemas menjabat Kuasa Usaha Sementara Kedubes RI untuk Saudi yang berkedudukan di Riyadh. Dia sempat menyampaikan sambutan perpisahan.

Tanggal 28 Juni, beliau dan istri serta sejumlah pejabat Kedubes melaksanakan ibadah umrah dari Riyadh ke Mekkah lewat jalan darat selama delapan jam.

Beliau dan rombongan melaksanakan ibadah umrah malam hari, setelah shalat Isya. Tanggal 29 Juni melaksanakan shalat subuh di Masjidil Haram. Malamnya, beliau dan rombongan kembali ke Riyadh, juga jalan darat.

Ternyata ketahanan tubuh beliau terganggu setelah melaksanakan kegiatan fisik tanpa henti tersebut. Tanggal 30 Juni pagi, beliau mual-mual, siang harinya (pukul 13.00 waktu setempat) dilarikan ke RS Al-Hamadi.

Jenazah Baharuddin Lopa disemayamkan di Kejaksaan Agung untuk menerima penghormatan terakhir.

Jenazah Almarhum Baharuddin Lopa dimakamkan di Taman Makam Pahlawan (TMP) Kalibata, Jakarta Selatan, Jumat 6 Juli 2001.

Kepergian Baharuddin Lopa sangat mengejutkan, meninggal ketika ia menjadi tumpuan harapan rakyat yang menuntut dan mendambakan keadilan. Sejak menjabat Jaksa Agung (hanya 1,5 bulan), Baharuddin Lopa mencatat deretan panjang konglomerat dan pejabat yang diduga terlibat KKN, untuk diseret ke pengadilan.

Meski menjabat Jaksa Agung hanya 1,5 bulan, Baharuddin Lopa berhasil menggerakkan Kejaksaan Agung untuk menuntaskan perkara-perkara korupsi. Karena itu jajaran kejaksaan merasa sangat kehilangan.

Kesederhanaannya bukan pengahalang baginya untuk bersikap tegas. Baginya, hukum adalah panglima, dan dia siap melesakkan pedang keadilan kepada siapapun, termasuk kepada para koruptor negeri ini. “Walaupun esok langit akan runtuh, Hukum harus tetap ditegakkan” begitu salah satu ungkapan yang amat terkenal.

sumber: dari berbagai sumber ~

1 komentar:

  1. ayah saya dulu adalah staf meneri beliau. beliau memang orang yang sangat sederhana, ia tak mau memakai fasilitas yg diberikan negara untuk pribadi. bahkan, sampai saat ini ayah saya sangat menghormati beliau. banyak orang yang telah kehilangan sosok pak lopa ini

    BalasHapus