Rabu, 26 Maret 2014

SYAIKH AL-IMAM AL-BUSHIRI



Kelahiran dan Nasab Syaikh Imam Al-Bushiri

Nama lengkap Syaikh Al-Imam Al-Bushiri adalah Syarafuddin Abu Abdillah Muhammad bin Sa’id bin Hammad bin Muhsin bin Abdullah bin Shanhaji bin Hilal Ash-Shanhaji.

Beliau lahir pada hari Selasa bulan Syawwal tahun 608 H. atau 1211 M. di daerah Dalash, tapi tumbuh besar dan menjalani kehidupannya di Bushir, sebuah daerah di Mesir, sehingga kemudian lebih dikenal dengan nama Imam Al-Bushiri.

Beliau berasal dari keturunan sebuah kelompok suku yang dikenal dengan Bani Habnun di Maghrib (Maroko).


Masa Kecil Syaikh Imam Al-Bushiri

Sejak kecil beliau sudah menghafalkan Al-Qur’an serta mempelajari ilmu-ilmu agama dan bahasa arab. Beliau di didik oleh ayahnya sendiri dalam mempelajari Al-Qur’an, disamping berbagai ilmu pengetahuan lainnya.

Kemudian beliau belajar kepada ulama-ulama di zamannya, untuk memperdalam ilmu agama dan kesustraan Arab, kemudian beliau pindah ke Kairo, dan disanalah beliau kemudian menjadi seorang sastrawan dan penyair ulung. Kemahirannya di bidang sastra ini melebihi para penyair pada zamannya.

Karya-karya kaligrafinya juga terkenal. Tulisannya sangat indah.
Beliau mempelajari disiplin ilmu khat dan kaidah-kaidahnya dari Syaikh Ibrahim bin Abu Abdillah Al-Bushiri. Penguasaannya tentang khat (Kaligrafi), baik praktis maupun teoritis membuat banyak pelajar menimba ilmu kepadanya.
Dalam seminggu, yang belajar ilmu ini kepadanya lebih dari seribu orang. (Demikian disebutkan dalam pengantar kitab syarh Burdah, karya Syaikhul Islam Ahmad bin Muhammad bin Hajar Al-Haitami).

Sejak masa kanak-kanak, beliau dikenal sebagai orang yang wara’ (sangat berhati-hati karena takut dosa).

Pernah suatu ketika beliau akan diangkat menjadi pegawai pemerintahan kerajaan Mesir, tetapi karena melihat perilaku pegawai kerajaan yang tidak cocok dengan prinsipnya, beliau pun menolaknya.

Pada awal kehidupannya, Al-Bushiri berprofesi sebagai (guru) pengajar dalam mata pelajaran tulis-menulis di beberapa kelompok belajar di daerah Bilbis.

Kemudian beliau meninggalkan tugas-tugasnya dan meninggalkan kesenangan dunia, lalu menyendiri dalam kehidupan tasawuf dan menghabiskan waktunya untuk beribadah.

Beliau pergi ke Iskandariyah (Alexandria) untuk menjadi murid Al-Quthb Abul Abbas Al-Mursi.
Al-Bushiri dan Ibnu ‘Athaillah As-Sakandari adalah dua murid dari Abu Abbas.
Bila Al-Bushiri di anugrahi keunggulan dalam bentik syair, sedangkan Ibnu ‘Athaillah (Pengarang Al-Hikam) dianugrahi keunggulan dalam bentuk prosa (natsar).


Guru-guru Syaikh Imam Al-Bushiri

Al-Bushiri berguru kepada banyak tokoh ulama, diantaranya :

  • Syaikh Ibrahim bin Abu Abdillah Al-Bushiri.
Dari Syaikh Ibrahim bin Abu Abdillah Al-Bushiri, beliau mempelajari disiplin ilmu khat dan kaidah-kaidahnya.
  • Abu Hayyan Atsirudin Muhammad bin Yusuf Al-Ghamathi Al-Andalusi.
  • Fathuddin Abul Fath Muhammad bin Muhammad Al-Umari Al-Andalusi Al-Isybili Al-Mushri.
Yang terkenal dengan sebutan Ibn Sayyidin Nas dan ‘Izz bin Jama’ah Al-Kanani Al-Hamawi. Al-Bushiri tekun belajar kepada para gurunya ini.

Dari Syeikh Al-Mushri inilah tampak pada diri Al-Bushiri suatu keberkahan, dalam agama, ilmu, kewara’an dan kewalian. Karena ketekunannya dalam belajar.
Semenjak itu beliau memilih cara yang lain dalam mengarang syairnya. Maka jadilah syairnya berisi tasawuf, pujian dan sholawat kepada Rasulullah SAW. Dan beliau pun memurnikan cintanya kepada Allah dan Rasul-Nya.


Karya-karya Syaikh Imam Al-Bushiri

Di antara karya-karya Al-Bushri adalah :
  • Shalawat Mudhariyah.
Shalawat Mudhariyah adalah salah satu syair karya Imam Al-Bushiri yang sangat besar keutamaannya. Banyak disebutkan dalam kitab-kitab dzikir dan syair.

Dinamakan Mudhariyah, karena penisbatan Nabi SAW kepada salah satu datuk beliau yang bernama Mudhor.

Salah satu keistimewaan shalawat ini disebutkan dalam kitab Bughyah Ahl Al-‘ibadah wa Al-Aurad” Syarh Ratib Qutb Zamanih Al-Haddad karya Al-Habib Alwi bin Ahmad Al-Haddad.

Dikisahkan :
Bahwa Imam Al-Bushiri menyusun shalawat ini dipinggir sebuah pantai, ketika sampai pada syair ke-34 yang berbunyi:

ثٌمَّ الصَّلَاةُ عَلَى الْمٌخْتَارِ مَا طَلَعَتْ
شَمْسُ النَّهَارِ وَمَا قَدْ شَعْشَعَ الْقَمَرْ

Tiba-tiba dari tengah laut datang seorang laki-laki berlari diatas permukaan air dan menghampirinya sanbil berdiri dihadapannya serta berkata:
“Cukup.., akhirilah shalawatmu sampai bait ini, karena kamu telah membuat lelah para malaikat yang mencatat keutamaan pahala shalawat ini”.

Dan akhirnya Imam Bushiri menutup shalawatnya dengan permohonan ridho Allah untuk Rasulullah SAW dan para sahabatnya.

  • Shalawat Al-Hamziyyah Wa Al-Kawakib Ad-durriyyah
Shalawat Al-Hamziyyah Wa Al-Kawakib Ad-durriyyah, yang kita kenal sekarang ini dengan Qashidah “Burdah Al-Madih”.

Al-Bushiri sebenarnya tak hanya terkenal dengan karya Burdah-nya. Beliau juga dikenal sebagai seorang ahli ilmu fiqh dan ilmu kalam.

Namun, nama Burdah telah menenggalamkan ketenarannya sebagai seorang sufi besar yang memiliki banyak murid.

Dan karena fenomena karya Burdah-nya di pandang sebagai puncak karya sastra dalam memuji Rasulullah SAW, Al-Bushiri digelar “Sayyidul Madah” yang artinya “Penghulu para pemuji Rasulullah SAW”.


Tentang Burdah

Burdah terdiri dari 163 bait nadzom :
  • 10 bait berisi muqaddimah (mathla’).
  • 16 bait menerangkan hawa nafsu serta kecenderungannya,
  • 30 bait berisi sanjungan terhadap Rasulullah SAW.
  • 19 bait menerangkan Milad Nabi SAW.
  • 10 bait tentang tawassul dengan Nabi SAW.
  • 10 bait sanjungan terhadap Al-Qur’an.
  • 3 bait mengupas Mi’raj Nabi SAW.
  • 24 bait tentang Jihad Nabi SAW.
  • 14 bait berisi istighfar, dan
  • Sisanya berisi munajat.

Qashidah ini disusun oleh Al-Bushiri pada saat beliau menderita penyakit semacam stroke yang akut, sehingga menyebabkan beliau hanya bisa terbaring di tempat tidur saja, karena sebagian tubuhnya tidak bisa digerakkan.

Akhirnya beliau memohon pertolongan kepada Allah SWT, dengan melantunkan bait-bait qashidah Burdah ini. Hingga di dalam tidurnya beliau bermimpi di datangi Rasulullah SAW. Rasulullah SAW mengusapkan tangannya yang penuh berkah pada badan Al-Bushiri. Dan ketika bangun Al-Bushiri mendapati dirinya telah sembuh total.

Pada hari itulah permulaan beliau keluar dari rumahnya dan bertemu dengan seorang faqir shufi.

Faqir shufi itu berkata :
“Wahai Syaikh…! Ijazahkanlah kepadaku qashidah yang engkau lantunkan untuk menyanjung Rasulullah SAW.”

Al-Bushiri balik bertanya :
“Qashidah yang mana yang engkau maksudkan..?”

Faqir itu menyebutkan bait pertama qashidah Burdah :
“Qashidah yang awalnya berbunyi…

أَمِنْ تَذَكُّرِ جِيْرَانٍ بِذِيْ سَلَامِ

Akhirnya Al-Bushiri memberikan catatan qashidah burdah kepada faqir itu. Begitulah awalnya hingga Qashidah Burdah menjadi sangat terkenal.

Ketika qashidah ini sampai di tangan salah seorang menteri Raja Al-Malik Adz-Dzahir yang bernama Bahauddin, dia mencopy qashidah tersebut. Dia bernadzar untuk tidak mendengarkannya kecuali dia dalam keadaan melepaskan alas kaki dan tutup kepala sebagai bentuk penghormatan kepada Nabi Muhammad SAW.

Menteri ini bersama keluarganya benar-benar mendapat keberkahan dari qashidah burdah ini.


Cerita tentang nama “Burdah” (selendang)

Keterkenalan Qashidah Shalawat Al-hamziyyah Wa al-Kawakib Ad-durriyyah dengan nama “Burdah” mempunyai kisah tersendiri.

Versi I. menceritakan:
Bahwa ketika Syeikh Sa’duddin Al-Faruqi menderita penyakit mata yang sangat parah, menyebabkan beliau nyaris mengalami kebutaan.
Dalam mimpinya beliau bertemu seorang yang menyuruhnya supaya pergi menemui Wazir (Menteri) Baha’uddin dan meminta burdah (selendang) darinya untuk digunakan mengusap kedua matanya yang sakit.
Ketika bangun sekonyong-konyong Syeikh Faruqi pergi menemui Menteri Bahauddin dan menceritakan apa yang dialami dalam mimpinya.

Menteri Bahauddin berkata:
“Aku tidak memiliki apa yang disebut dalam mimpimu dengan “Burdah”, aku hanya punya qashidah sanjungan terhadap Nabi Muhammad SAW yang diciptakan oleh Imam Al-Bushiri.
Aku dan keluargaku biasa mengupayakan kesembuhan penyakit dengan qashidah ini.”

Kemudian wazir Bahauddin menyerahkan qashidah tersebut pada Syeikh Al-Faruqi, setelah sebelumnya mengusapkan pada kedua mata Syeikh Al-Faruqi.

Dengan barokah diusapkannya tulisan qashidah itu pada kedua mata Syeikh Al-Faruqi, beliau mendapatkan kesembuhan dari penyakit mata yang dideritanya, hingga terkenallah cerita itu, dan orang mulai menyebut qashidah itu dengan nama “BURDAH”

Versi II. Menceritakan:
Berawal dari sakit reumathik yang diderita Al-Bushiri, dalam mimpinya beliau didatangi Nabi SAW.
Dalam mimpi itu Nabi SAW mengusap badan Al-Bushiri dengan tangan beliau SAW yang penuh berkah dan memyelimutinya dengan Burdah beliau.
Dan ketika bangun Al-Bushiri merasakan kesembuhan.
Bersuka citalah Al-Bushiri dan memberi nama qashidah yang beliau lantunkan dengan nama “Burdah Al-Madih” yang artinya “Selendang Nabi SAW yang terpuji”.

Karya sastra fenomena “Shalawat Al-hamziyyah Wa al-kawakib Ad-durriyyah” yang terkenal dengan nama “Burdah” ini mengundang banyak ulama dari masa ke masa untuk memberikan komentar-komentar (syarah) dari bait-baitnya yang mempesona.

Diantara ulama-ulama pensyarah Burdah adalah:
  • Syeikh Ali bin Muhammad Al-Busthami Asy-Syahirwadi, yang dikenal dengan “Mushannifik” wafat tahun 875H.
  • Badruddin Muhammad bin Muhammad Al-Ghuzza, wafat tahun 984H.
  • Muhyi ad-din Ahmad bin Musthafa (Syeikh Zadah).
  • Bahr bin Rais bin Al-Haruti Al-Maliki.
  • Ubaidillah bin Ya’qub Ash-Shawi.
  • Hisam ad-din Hasan bin Abbas.
  • Syaraf ad-din Al-Bazdi, wafat tahun 828H.
  • Muhammad bin Abd Ar-Rahman Az-Zamrodi (Ibn Ash-Shaigh), wafat tahun 776H.
  • Jamal ad-Din Abdallah bin Yusuf (Ibnu Hisyam An-Nahwi), wafat tahun 861H.
  • Kamal ad-Din Al-Huwarizmi, wafat tahun 840H.
  • Zainuddin Khalid bin Abdillah Al-Azhari, wafat tahun 905H.
  • Jalal Ad-Din Al-Mahalli, wafat tahun 864H.
  • Ahmad bin Muhammad bin Abu Bakar.
  • Khair ad-Din Khidhir bin Umar Al-‘Athufi, wafat tahun 948H.
  • Ibnu Habib Al-Halabi, wafat tahun 808H.
  • Muhammad bin Ahmad bin Marzuq At-Tilmisani, wafat tahun 781H.
Dan banyak juga ulama-ulama Turki dan Faris yang mensyarahi Shalawat ini.


Wafat Syaikh Imam Al-Bushiri

Imam Al-Bushiri wafat di kota Iskandariyah, Alexandria, Mesir, pada tahun 696 H atau 1296 M.
Jenazah beliau dimakamkan di samping masjid besar, tak jauh dari masjid itu terdapat makam sang guru, Syaikh Imam Abu Al-Abbas Al-Mursi.

أَعَادَ اللهُ عَلَيْنَا مِنْ بَرَكَاتِهِمْ وَكَرَمَاتِهِمْ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَة
الفاتحة ....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar