Selasa, 03 Desember 2013

CALLA BATU PUTEH (ARAYANG BALANIPA XXXVII)


Seperti kita ketahui bahwa cikal bakal keberadaan orang Mandar berasal dari seorang yang bernama Pangkopadang yang lahir di Hulu Sungai Saddang, lalu darinyalah menitis pewaris yang menjadi Tomakaka (orang yang berkemampuan) untuk selanjutnya menjadi Mara’dia dari Amara’diangan (golongan bangsawan) yang disapa sebutan penghormatan Daeng atau yang Dipedzaeng (yang mulia) dan Taupia atau Ataupiangan (manusia pilihan) yang disapa dengan sebutan penghormatan Puang atau Dipepuang di seluruh kawasan Mandar yang salah satunya terdapat di Kerajaan Balanipa pada sekitar awal abad ke XIV, yaitu: Imanyambungi yang kemudian bergelar Todilaling yang menjadi cikal bakal bangsawan di Mandar khususnya di kerajaan Balanipa, dan dari keturunannya-lah yang menjadi Mara’dia dan Arayang silih berganti hingga sampai pada masa Pemerintahan Arayang Balanipa ke 37 bernama Calla Batu Putah.


Adapun Calla Batu Puteh yang secara garis vertical adalah dimulai dari Imanyambungi, selaku Mara’dia Pertama di Balanipa dan setelah mangkat dari bergelar Todilaling (artinya orang yang dimakamkan dengan segala kebesaran yang mengiringinya ke dalam liang lahat), lalu kemudian menurun kepada putranya bernama Billa-Billami bergelar Tomepayung (yang dibesarkan) Mara’dia kedua dan Arayang pertama di Kerajaan Balanipa, lalu menyusul menantunya bernama Tandibella Kakanna Ipattang bergelar Daetta Tommuane Arayang Balanipa ke 3, lalu seterusnya menitis kepada Tolanynya yang tidak sempat menjadi Arayang kerena sistim yang dianut di Kerajaan Balanipa khusunya dan umumnya diseluruh kerajaan di Mandar tidak ada putra mahkota, sebab pengangkatan raja diatur oleh sebuah Lembaga Adat dalam sebuah pase perundang-undangan kerajaan, akan tetapi dalam perjalanan selanjutnya putra yang bergelar Todziboseang Di Kaeli diangkat menjadi Arayang Balanipa ke 6. Kemudian Puatta Imoking bergelar Tomatindo Di Sattoko Arayang Balanipa ke 8, untuk selanjutnya tahta kerajaan berpindah kepada kerabat lainnya yang keturunan dari Todilaling yang silih berganti dalam sebuah proses perundang-undangan Kerajaan Balanipa hingga tiba kembali pada Imannawari bergelar Tomatindo Di Baruga Arayang Balanipa ke 18 dan 21, kemudian Idaeng Mattuli bergelar Tomappelei Balinna Arayang Balanipa 26, Tomatindo Di Binanga Karaeng Arayang Balanipa ke 29 dan yang akhirnya tiba pada seorang yang bernama Calla Batu Puteh yang bergelar Pakkalobang, juga bergelar Tomonge Alelanna yang akan menjadi focus cikal bakal dari Ibaso Tembaga bergelar TOKEPPA yang akan terurai dalam lembaran selanjutnya pada halaman lain blog ini.

Calla batu Puteh, yang artinya adalah batu yang putih bersinar kemerah-merahan, hal ini memberi gambaran bahwa beliau adalah orang yang tampan, anggung penuh pesona, dan sangat rajin dalam bekerja, dan kalau zaman sekarang maka beliau tentu akan disebut Idola, yang karena rajinnya dalam bekerja selaku petani tambak yang berhasil, maka selanjutnya Calla Batu Puteh bergelar Pakkalobang, artinya orang yang rajin bertambak. Namun ada juga versi lain yang menyatakan bahwa gelar Pakkalobang diberikan kepada beliau karena beliau menetap dan tinggal di kampung yang bernama Kalobang. Dan ada juga satu versi yang menyatakan bahwa beliau tinggal dan menetap lalu membangun sebuah rumah yang dekat dengan Kalobang (parit).

Dari ketiga versi tersebut diatas, semuanya adalah benar menurut masing-masing yang punya versi, karena sama-sama punya dasar, dan ini tidak perlu diperdebatkan karena yang pasti bahwa beliau adalah seorang raja yang kemudian bergelar Tomonge Alelanna, artinya orang yang memiliki penyakit diantara dua paha, dan beliau adalah Arayang Balanipa ke 37 menggantikan Arayang Balanipa ke 36 bergelar Tomate Macci’da (mati secara tiba-tiba dalam keadaan sehat walafiat), yang sebelumnya dipegang oleh Arayang ke 35 bergelar Pakkacoco.

Calla Batu Puteh alias Pakkalobang alias Tomonge Alelanna dalam menjalankan roda pemerintahan kerajaan, mempersunting 5 (lima) orang istri yang terdiri dari:
  • Istri pertama yaitu anak dari Pappuangan Mosso yang melahirkan seorang putra yang bernama Jalus.
  • Istri kedua yaitu putri dari Mara’dia Pallis, namun ada juga yang berpendapat bahwa istri kedua ini berasal dari Banggae, tetapi yang pasti bahwa beliau mempunyai seorang putra yang bernama Pua’na Iboroa.
  • Istri ketiga yaitu bernama Tjoppo Appona Puangnga Ipa’da, yang memiliki seorang putra bernama Suasa bergelar Puangnga Ibolong.
  • Istri keempat yaitu yang bergelar Tobuta (orang yang matanya buta), yang memiliki seorang putra yaitu Tomate di Tinggas.
  • Istri kelima yang bergelar Towalu Di Kandeapi, kakak kandung dari Pammarica Arayang Balanipa yang ke 39 da ke 41. Istri kelima ini melahirkan tiga orang putra yaitu; Ikambo bergelar Tomatindo Di Lekopa’dis,  Sumanga Rukka, dan Pabalo.

sumber: "Profil H. S. Salim S. Mengga Dalam Menelusuri Jejak Kekerabatan Tokeppa"

Tidak ada komentar:

Posting Komentar