Kamis, 17 Oktober 2013

HABIB MUNZIR BIN FUAD ALMUSAWA (Pimpinan Majelis Rasulullah SAW)

Habib Munzir Almusawa (Majelis Rasulullah SAW)

Admin - pernah membaca kisah biografi Habib semasa beliau masih ada tetapi bacaan kali ini tak mampu rasanya untuk menghabiskannya, membaca sambil mengesat air mata, Moga Allahyarham berbahagia dengan rahmatNya disana.

Al Fatihah.

Biografi Al Arifbillah Al Habib Munzir bin Fuad Al Musawa

Habib Munzir bin Fuad Al Musawa

Innalillahi Wa Innailaihi Raji'un, Indonesia kembali berduka dengan dipanggilnya seorang Ulama besar yang karismatik, mempunyai Ilmu yang sangat luar biasa di usianya yang sangat muda. Beliau sangat dihormati oleh seluruh Ulama di Indonesia. Jutaan umat Islam pun menangisi kepergiannya yang sangat mendadak itu, pada hari Ahad 15 September 2013 pukul 15.30 WIB di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta. Beliau Meninggal di Usia 40 tahun.

Siapakah Beliau?

Beliau adalah Al Ustadz Al Mukarram Al Habib Munzir bin Fuad bin Abdurrahman bin Ali bin Abdurrahman bin Ali bin Aqil bin Ahmad bin Abdurrahman bin Umar bin Abdurrahman bin Sulaiman bin Yaasin bin Ahmad Almusawa bin Muhammad Muqallaf bin Ahmad bin Abubakar Assakran bin Abdurrahman Assegaf bin Muhammad Mauladdawilah bin Ali bin Alwi Alghayur bin Muhammad Faqihil Muqaddam bin Ali bin Muhammad Shahib Marbath bin Ali Khali’ Qasim bin Alwi bin Muhammad bin Alwi bin Ubaidillah bin Ahmad Almuhajir bin Isa Arrumiy bin Muhammad Annaqibm Ali Al Uraidhiy bin Jakfar Asshadiq bin Muhammad Albaqir bin ALi Zainal Abidin bin Husein Dari Fathimah Azahra Putri Rasul saw. Beliau lahir pada hari jum’at 23 februari 1973, bertepatan 19 Muharram 1393 H dari pasangan Habib Fuad bin Abdurrahman Al-Musawa dan Syarifah Rahmah binti Hasyim Al-Musawa.

Ayah Beliau, Habib Fuad Abdurrahman Almusawa, yang lahir di Palembang, Sumatera Selatan, dibesarkan di Makkah Al mukarramah, dan kemudian mengambil gelar Sarjana di Newyork University, di bidang Jurnalistik, yang kemudian kembali ke Indonesia dan berkecimpung di bidang jurnalis, sebagai wartawan luar negeri, di harian Berita Yudha, yang kemudian di harian Berita Buana, beliau menjadi wartawan luar negeri selama kurang lebih empat puluh tahun, pada tahun 1996 beliau wafat dan dimakamkan di Cipanas Cianjur Jawa Barat.”

Berikut adalah kisah mengenai Beliau yang ditulis sendiri oleh Beliau dalam situs resmi Beliau website Majelis Rasulullah :

Kehidupan Masa Kecil
Saya adalah seorang anak yang sangat dimanja oleh ayah saya, ayah saya selalu memanjakan saya lebih dari anaknya yang lain, namun dimasa baligh, justru saya yang putus sekolah, semua kakak saya wisuda, ayah bunda saya bangga pada mereka, dan kecewa pada saya, karena saya malas sekolah, saya lebih senang hadir majelis maulid Almarhum Al Arif billah Alhabib Umar bin Hud Alalttas, dan Majelis taklim kamis sore di Empang Bogor, masa itu yang mengajar adalah Al Marhum Al Allamah Alhabib Husein bin Abdullah bin Muhsin Alattas dengan kajian Fathul Baari.

Sisa hari-hari saya adalah bershalawat 1000 siang 1000 malam, zikir beribu kali, dan puasa Nabi Daud as, dan shalat malam berjam-jam, saya pengangguran, dan sangat membuat ayah bunda malu.

Ayah saya 10 tahun belajar dan tinggal di Makkah, guru beliau adalah Almarhum Al Allamah Alhabib Alwi Al Malikiy, ayah dari Al Marhum Al Allamah Assayyid Muhammad bin Alwi Al Malikiy, ayah saya juga sekolah di Amerika Serikat, dan mengambil gelar arjana di New York University.

Almarhum ayah sangat malu, beliau mumpuni dalam agama dan mumpuni dalam kesuksesan dunia, beliau berkata pada saya: "kau ini mau jadi apa?, jika mau agama maka belajarlah dan tuntutlah ilmu sampai keluar negeri, jika ingin mendalami ilmu dunia maka tuntutlah sampai keluar negeri, namun saranku tuntutlah ilmu agama, aku sudah mendalami keduanya, dan aku tak menemukan keberuntungan apa-apa dari kebanggaan orang yang sangat menyanjung negeri barat, walau aku sudah lulusan New York University, tetap aku tidak bisa sukses di dunia kecuali dengan kelicikan, saling sikut dalam kerakusan jabatan, dan aku menghindari itu".

Maka ayahanda almarhum hidup dalam kesederhanaan di Cipanas, Cianjur, Puncak. Jawa barat, beliau lebih senang menyendiri dari ibukota, membesarkan anak-anaknya, mengajari anak-anaknya mengaji, ratib, dan shalat berjamaah.

Namun saya sangat mengecewakan ayah bunda karena boleh dikatakan: dunia tidak akhiratpun tidak.

Namun saya sangat mencintai Rasul saw, menangis merindukan Rasul saw, dan sering dikunjungi Rasul saw dalam mimpi, Rasul saw selalu menghibur saya jika saya sedih, suatu waktu saya mimpi bersimpuh dan memeluk lutut beliau saw, dan berkata: "wahai Rasulullah saw aku rindu padamu, jangan tinggalkan aku lagi, butakan mataku ini asal bisa jumpa denganmu.., ataukan matikan aku sekarang, aku tersiksa di dunia ini,,," Rasul saw menepuk bahu saya dan berkata: "Munzir, tenanglah, sebelum usiamu mencapai 40 tahun kau sudah jumpa dengan ku..", maka saya terbangun.

Menjadi Pelayan Losmen

Akhirnya karena ayah pensiun, maka ibunda membangun losmen kecil didepan rumah berupa 5 kamar saja, disewakan pada orang yang baik-baik, untuk biaya nafkah, dan saya adalah pelayan losmen ibunda saya. setiap malam saya jarang tidur, duduk termenung dikursi penerimaan tamu yang cuma meja kecil dan kursi kecil mirip pos satpam, sambil menanti tamu, sambil tafakkur, merenung, melamun, berdzikir, menangis dan shalat malam demikian malam-malam saya lewati, siang hari saya puasa Nabi Daud as, dan terus dilanda sakit asma yang parah, maka itu semakin membuat ayah bunda kecewa, berkata ibunda saya: "kalau kata orang, jika banyak anak, mesti ada satu yang gagal, ibu tak mau percaya pada ucapan itu", tapi apakah ucapan itu kebenaran?.

Saya terus menjadi pelayan di losmen itu, menerima tamu, memasang seprei, menyapu kamar, membersihkan toilet, membawakan makanan dan minuman pesanan tamu, berupa teh, kopi, air putih, atau nasi goreng buatan ibunda jika dipesan tamu. sampai semua kakak saya lulus sarjana, saya kemudian tergugah untuk mondok, maka saya pesantren di Habib Umar bin Abdurrahman Assegaf di Bukit duri Jakarta Selatan, namun hanya dua bulan saja, saya tidak betah dan sakit sakitan karena asma terus kambuh, maka saya pulang.

Ayah makin malu, bunda makin sedih, lalu saya prifat saja kursus bahasa arab di kursus bahasa arab assalafi, pimpinan Almarhum Habib Bagir Alattas, ayahanda dari Habib Hud Alattas yang kini sering hadir di majelis kita di Almunawar.

Saya harus pulang pergi Jakarta Cipanas yang saat itu ditempuh dalam 2-3 jam, dengan ongkos sendiri, demikian setiap dua kali seminggu, ongkos itu ya dari losmen tersebut.

Saya selalu hadir maulid di almarhum Al Arif Billah Alhabib Umar bin Hud Alattas yang saat itu di Cipayung, jika tak ada ongkos maka saya numpang truk dan sering hujan-hujanan pula.

Sering saya datang ke maulid beliau malam jumat dalam keadaan basah kuyup, dan saya diusir oleh pembantu dirumah beliau, karena karpet tebal dan mahal itu sangat bersih, tak pantas saya yang kotor dan basah menginjaknya, saya terpaksa berdiri saja berteduh dibawah pohon sampai hujan berhenti dan tamu-tamu berdatangan, maka saya duduk diluar teras saja karena baju basah dan takut dihardik sang penjaga.

Saya sering pula ziarah ke luar Batang, makam Al Habib Husein bin Abubakar Alaydrus, suatu kali saya datang lupa membawa peci, karena datang langsung dari Cipanas, maka saya berkata dalam hati, Wahai Allah, aku datang sebagai tamu seorang wali-Mu, tak beradab jika aku masuk ziarah tanpa peci, tapi uangku pas-pasan, dan aku lapar, kalau aku beli peci maka aku tak makan dan ongkos pulangku kurang.

Maka saya memutuskan beli peci berwarna hijau, karena itu yang termurah saat itu di emperan penjual peci, saya membelinya dan masuk berziarah, sambil membaca yaasin untuk dihadiahkan pada almarhum, saya menangisi kehidupan saya yang penuh ketidak tentuan, mengecewakan orang tua, dan selalu lari dari sanak kerabat, karena selalu dicemooh, mereka berkata: "kakak-kakakmu semua sukses, ayahmu lulusan makkah dan pula new york university, kok anaknya centeng losmen".


Bertemu Al Musnid Al Allamah Al Habib Umar bin Hafidh

Habib Munzir mencium tangan gurunya

Tak lama setelah itu saya berdoa, "Wahai Allah, pertemukan saya dengan guru dari orang yang paling dicintai Rasul saw", maka tak lama saya masuk Pesantren Al Habib Hamid Nagib bin Syeikh Abubakar di Bekasi Timur, dan setiap saat mahal qiyam maulid saya menangis dan berdoa pada Allah untuk rindu pada Rasul saw, dan dipertemukan dengan guru yang paling dicintai Rasul saw, dalam beberapa bulan saja datanglah Guru Mulia Al Musnid Al Allamah Al Habib Umar bin Hafidh ke pondok itu, kunjungan pertama beliau yaitu pada 1994.

Selepas beliau menyampaikan ceramah, beliau melirik saya dengan tajam, saya hanya menangis memandangi wajah sejuk itu, lalu saat beliau sudah naik ke mobil bersama almarhum Alhabib Umar Maulakhela, maka Guru Mulia memanggil Habib Nagib bin Syeikh Abubakar, Guru mulia  berkata bahwa beliau ingin saya dikirim ke Tarim Hadramaut Yaman untuk belajar dan menjadi murid beliau.

Guru saya Habib Nagib bin Syeikh Abubakar mengatakan saya sangat belum siap, belum bisa bahasa arab, murid baru dan belum tahu apa-apa, mungkin beliau salah pilih..?, maka guru mulia menunjuk saya, "itu.. anak muda yang pakai peci hijau itu..!, itu yang saya inginkan..", maka Guru saya Habib Nagib memanggil saya untuk jumpa beliau, lalu guru mulia bertanya dari dalam mobil yang pintunya masih terbuka: "siapa namamu?", dalam bahasa arab tentunya, saya tak bisa menjawab karena tak faham, maka guru saya Habib Nagib menjawab: "kau ditanya siapa namamu..?", maka saya jawab nama saya, lalu guru mulia tersenyum.

Keesokan harinya saya jumpa lagi dengan guru mulia di kediaman Almarhum Habib Bagir Alattas, saat itu banyak para habaib dan ulama mengajukan anaknya dan muridnya untuk bisa menjadi murid guru mulia, maka guru mulia mengangguk-angguk sambil kebingungan menghadapi serbuan mereka, lalu guru mulia melihat saya dikejauhan, lalu beliau berkata pada almarhum Habibb Umar Maula khela: "itu.. anak itu.. jangan lupa dicatat.., ia yang pakai peci hijau itu..!" 

Guru mulia kembali ke Yaman, saya pun langsung ditegur guru saya Habib Nagib bin Syekh Abubakar, seraya berkata: "wahai munzir, kau harus siap-siap dan bersungguh-sungguh, kau sudah diminta berangkat, dan kau tak akan berangkat sebelum siap".

Berangkat Ke Yaman

Dua bulan kemudian datanglah Almarhum Alhabib Umar Maulakhela ke Pesantren, dan menanyakan saya, alm Habib Umar Maulakhela berkata pada Habib Nagib: "mana itu Munzir anaknya Habib Fuad Almusawa?, dia harus berangkat minggu ini, saya ditugasi untuk memberangkatkannya", maka Habib Nagib berkata saya belum siap, namun alm Habib Umar Maulakhela dengan tegas menjawab: saya tidak mau tahu, namanya sudah tercantum untuk harus berangkat, ini pernintaan AL Habib Umar bin Hafidh, ia harus berangkat dalam dua minggu ini bersama rombongan pertama". 

Saya persiapkan pasport dll, namun ayah saya keberatan, ia berkata: "kau sakit-sakitan, kalau kau ke Mekkah ayah tenang, karena banyak teman disana, namun ke Hadramaut itu ayah tak ada kenalan, disana negeri tandus, bagaimana kalau kau sakit?, siapa yang menjaminmu..?". 

Saya pun datang mengadu pada Almarhum Al Arif billah Alhabib Umar bin hud Alattas, beliau sudah sangat sepuh, dan beliau berkata: "katakan pada ayahmu, saya yang menjaminmu, berangkatlah".

Saya katakan pada ayah saya, maka ayah saya diam, namun hatinya tetap berat untuk mengizinkan saya berangkat, saat saya mesti berangkat ke bandara, ayah saya tak mau melihat wajah saya, beliau buang muka dan hanya memberikan tangannya tanpa mau melihat wajah saya, saya kecewa namun saya dengan berat tetap melangkah ke mobil travel yang akan saya naiki, namun saat saya akan naik, terasa ingin berpaling ke belakang, saya lihat nan jauh disana ayah saya berdiri dipagar rumah dengan tangis melihat keberangkatan saya, beliau melambaikan tangan tanda ridho, rupanya bukan beliau tidak ridho, tapi karena saya sangat disayanginya dan dimanjakannya, beliau berat berpisah dengan saya, saya berangkat dengan air mata sedih.

Saya sampai di Tarim Hadramaut Yaman dikediaman guru mulia, beliau mengabsen nama kami, ketika sampai ke nama saya dan beliau memandang saya dan tersenyum indah.

Tak lama kemudian terjadi Perang Yaman Utara dan Yaman Selatan, kami di Yaman Selatan, pasokan makanan berkurang, makanan sulit, listrik mati, kami pun harus berjalan kaki kemana-mana menempuh jalan 3-4km untuk taklim karena biasanya dengan mobil mobil milik guru mulia namun dimasa perang pasokan bensin sangat minim.

Suatu hari saya dilirik oleh guru mulia dan berkata: "Namamu Munzir.. (munzir = pemberi peringatan)", saya mengangguk, lalu beliau berkata lagi: "kau akan memberi peringatan pada jamaahmu kelak...!".

Maka saya tercenung.., dan terngiang-ngiang ucapan beliau: kau akan memberi peringatan pada jamaahmu kelak...?, saya akan punya jamaah?, saya miskin begini bahkan untuk mencuci bajupun tak punya uang untuk beli sabun cuci. saya mau mencucikan baju teman saya dengan upah agar saya kebagian sabun cucinya, malah saya dihardik: "cucianmu tidak bersih...!, orang lain saja yang mencuci baju ini". maka saya terpaksa mencuci dari air bekas mengalirnya bekas mereka mencuci, air sabun cuci yang mengalir itulah yang saya pakai mencuci baju saya. 

Hari demi hari guru mulia makin sibuk, maka saya mulai berkhidmat pada beliau, dan lebih memilih membantu segala permasalahan santri, makanan mereka, minuman, tempat menginap dan segala masalah rumah tangga santri, saya tinggalkan pelajaran demi bakti pada guru mulia membantu beliau, dengan itu saya lebih sering jumpa beliau.

Sang Ayah Meninggal

2 tahun di Yaman ayah saya sakit, dan telepon, beliau berkata: "kapan kau pulang wahai anakku..?, aku rindu..?".

Saya jawab: "dua tahun lagi insya Allah ayah.".

Ayah menjawab dengan sedih ditelepon. "duh.. masih lama sekali..", telepon ditutup, 3 hari kemudian ayah saya wafat.

Saya menangis sedih, sungguh kalau saya tahu bahwa saat saya pamitan itu adalah terakhir kali jumpa dengan beliau, dan beliau buang muka saat saya mencium tangan beliau, namun beliau rupanya masih mengikuti saya, keluar dari kamar, keluar dari rumah, dan berdiri di pintu pagar halaman rumah sambil melambaikan tangan sambil mengalirkan airmata, duhai, kalau saya tahu itulah terakhir kali saya melihat beliau, rahimahullah..

Kembali Ke Indonesia Untuk Berdakwah

Maulid Akbar di Monas, 2013

Tak lama saya kembali ke Indonesia, tepatnya pada 1998, mulai dakwah sendiri di Cipanas, namun kurang berkembang, maka saya mulai dakwah di Jakarta, saya tinggal dan menginap berpindah-pindah dari rumah kerumah murid sekaligus teman saya, majelis malam selasa saat itu masih berpindah-pindah dari rumah kerumah, mereka murid-murid yang lebih tua dari saya, dan mereka kebanyakan dari kalangan awam, maka walau saya sudah duduk untuk mengajar, mereka belum datang, saya menanti, setibanya mereka yang cuma belasan saja, mereka berkata: "nyantai dulu ya bib, ngerokok dulu ya, ngopi dulu ya..", saya terpaksa menanti sampai mereka puas, baru mulai maulid dhiya'ullami. Jamaah makin banyak, mulai tak cukup dirumah-rumah, maka pindah-pindah dari musholla ke musholla, jamaah makin banyak, maka tak cukup pula musholla, mulai berpindah-pindah dari masjid ke masjid.

Lalu saya membuka majelis dihari lainnya, dan malam selasa mulai ditetapkan di masjid Almunawar, saat itu baru seperempat masjid saja, saya berkata: "Jamaah akan semakin banyak, nanti akan setengah masjid ini, lalu akan memenuhi masjid ini, lalu akan sampai keluar masjid insya Allah..", jamaah mengaminkan.

Mulailah dibutuhkan kop surat, untuk undangan dlsb, maka majelis belum diberi nama, dan saya merasa majelis dan dakwah tak butuh nama, mereka sarankan majelis Habib Munzir saja, saya menolak, ya sudah, majelis Rasulullah SAW saja.

Kini jamaah Majelis Rasulullah sudah jutaan, di Jabodetabek, Jawa Barat, Banten, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, Mataram, Kalimantan, Sulawesi, Papua, Singapura, Malaysia, bahkan sampai ke Jepang, dan salah satunya kemarin hadir di majelis Haul Badr kita di Monas, yaitu Profesor dari Jepang yang menjadi dosen disana, dia datang ke Indonesia dan mempelajari bidang sosial, namun kedatangannya juga karena sangat ingin jumpa dengan saya, karena ia pengunjung setia web ini, khususnya yang versi English.

Sungguh agung anugerah Allah SWT pada orang yang mencintai Rasulullah SAW, yang merindukan Rasulullah SAW.

Guru Guru Beliau
Habib Umar bin Muhammad bin Hud Al-Athas (Cipayung)
Habib Aqil bin Ahmad Al Aydrus
Habib Umar bin Abdurahman Assegaf -Habib Hud Bagir Al-Athas
Al Ustadz Al-Habib Nagib bin Syeikh Abu Bakar (Pesantren Al-Khairat)
Al Imam Al Allamah Al Arifbillah Al Hafidh Sayyidi Syarif Al-Habib Umar bin Muhammad bin Hafidh bin Syeikh Abu Bakar bin Salim (Rubath Darul Mustafa,Hadramaut)
Al-Allamah Al-Arifbillah Al-Habib Salim Asy-Syatiri (Rubath Tarim).
Al Habib 'Ali Al Jufri


Namun yang paling berpengaruh di dalam membentuk kepribadian beliau adalah Guru mulia Al-Imam Al-Allamah Al-Hafizh Al-Arifbillah Sayyidi Syarif Al-Habib Umar bin Muhammad bin Hafidh bin Syeikh Abu Bakar bin Salim.

Kitab Rujukan Beliau
kitab As-syifa (Imam Fadliyat)
Samailul Muhammadiyah (Imam Tirmidzi)
Mukasyifatul Qulub (Imam Ghazali)
Tambili Mukhdarim (Imam Sya’rani)
Al-Jami’ Ash-Shahih/Shahih Bukhari (Imam Bukhari)
Fathul Bari’ fi Syarah Al-Bukhari (Imam Al-Astqalani)
Risalatul Jami'ah (Imam Ahmad bin Zein Al- Habsyi)
Serta kitab Shahih Muslim, kitab karangan Imam Al-Haddad dan kitab serta pelajaran yang didapat dari guru beliau Habib Umar bin Hafidh.
Selain beliau mempelajari kitab diatas dan mengajarkan kepada para murid-muridnya, Beliau juga menulis buku diantaranya
Kenalilah Aqidahmu (1)
Meniti Kesempurnaan Iman
Kenalilah Aqidahmu (2)


Wafatnya Beliau
Presiden SBY ikut menyolatkan jenazah Habib Munzir.
Habib Munzir memiliki penyakit asma kronis sejak kecil dan sering keluar-masuk rumah sakit. Pada tahun 2012, ia pernah dirawat di RSCM Jakarta karena penyakit radang otak. Beliau dinyatakan wafat secara medis saat berada di RSCM pada taggal 15 September 2013 jam 15:30 WIB. Sebelum meninggal, Beliau juga pernah dioperasi karena ada cairan di perutnya. Penyakit tersebut sempat menganggu aktivitas Habib Munzir dalam berdakwah. Meskipun sedang dirundung rasa sakit, soal urusan dakwah, Habib Munzir, menurut kakaknya Nabil, tidak pernah memikirkan sakitnya. Beliau pernah memakai kursi roda saat berdakwah, bahkan pernah memakai tempat tidur khusus dari rumah sakit. Di tahun 2012 sempat dilakukan penyedotan lemak pada tubuhnya.

Saat sedang berkumpul bersama keluarga di rumahnya, Habib Munzir masuk kamar mandi sejak siang namun sampai sore hari tidak juga keluar. Keluarganya mendobrak pintu kamar mandi dan menemukan Habib Munzir sudah tergeletak di lantai tidak sadar. Ia pun dilarikan ke rumah sakit Cipto Mangunkusumo, namun satu jam kemudian para dokter menyatakan ia telah tiada. Menurut penuturan kerabatnya, Habib Munzir meninggal karena serangan jantung. Beliau meninggalkan seorang istri dan 3 orang anak.

Para Jama'ah Mengantar Jenazah Beliau

Jutaan Pelayat pun berdatangan, Para Habaib dan Ulama lainnya pun juga hadir, diantaranya Habib Athos bin Muhammad bin Salim bin Hafidh, Habib Umar bin Abdurrahman Assegaf, Habib Nagib BSA, Habib Jindan bin Novel, Habib Hasan bin Ja'far Assegaf, Habib Ahmad Al Habsyi, KH. Arifin Ilham, KH. Yusuf Mansur, Rhoma Irama, Ustadz Sholeh Mahmud dan masih banyak lagi. Dari Pemerintahan diantaranya adalah Presiden SBY, Menteri Agama Suryadharma Ali, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan M Nuh, Menakertrans Muhaimin Iskandar, Menteri PDT Helmy Faishal Zaini.Ketua DPR Marzuki Alie dan Anggota DPR Ruhut Sitompul.

Habib Munzir dimakamkan di pemakaman umum Habib Kuncung di Kalibata, Jakarta pada hari Senin 16 September 2013 sekitar jam 13:00 WIB, setelah disholatkan di masjid Al-Munawwar Pancoran. Ratusan ribu bahkan jutaan umat muslim mengantarkan jenazahnya dan menyaksikan prosesi pemakaman dengan takzim. Acara pemakaman pun disiarkan live oleh salah satu stasiun Televisi.

Selamat Jalan Guru kami yang Mulia, kini telah terkabul keinginanmu untuk berkumpul dengan manusia yang paling kau cintai, Sayyidina Muhammad SAW.

Dikutip dari akun media jejaring sosial fb: "Pondok Habib"

Tidak ada komentar:

Posting Komentar